RSS

MENELADANI KEPEMIMPINAN YORITOMO


MENELADANI KEPEMIMPINAN YORITOMO


Judul            : Minamoto no Yoritomo: Akhir Kekuasaan Klan Taira
Penulis          : Eiji Yoshikawa
Penerbit        : Kansha Books, Jakarta
Cetakan        : I, Januari 2013
Tebal            : 394 halaman
ISBN            : 978-602-97196-7-3

Kekalahan Klan Minamoto oleh Klan Taira pada perang Heiji masih menyisakan luka yang sangat mendalam. Namun, kondisi negeri saat ini sangat terpuruk akibat keserakahan klan Taira. Tidak sedikit rakyat yang geram atas kepemimpinan klan Taira. Kondisi itu menguntungkan Yoritomo yang ingin melakukan balas dendam dengan menjatuhkan Taira no Kiyomori.
Buku kedua dari dwilogi Minamoto no Yoritomo merangkai perjalanan sejarah yang tidak akan dilupakan oleh klan Minamoto. Tibalah waktunya bagi Klan Minamoto untuk melakukan balas dendam atas klan Taira yang sudah meruntuhkan puing-puing klan Minamoto.

Kemewahan dan keserakahan akan menghancurkan segala hal yang sudah dicapai. Sejarah mencatat, tidak sedikit kerajaan yang terpecah-belah, bahkan mengalami kehancuran, disebabkan oleh penguasa yang serakah. Inilah kisah detik-detik kehancuran dinasti Taira yang sedang berada di atas awan.
Bagaimana tidak, jika digambarkan ada 100 orang, yang sangat takut kepada Nyuudou Kiyomori adalah 100 orang. Sedangkan orang yang membenci Nyuudou mencapai 90 orang atau lebih dalam 100 orang. Hanya sebagian kecil yang tak membenci Nyuudou karena sudah mengenal kepribadiannya. mereka menginginkan  Nyuudou tetap menjabat dan memerintah secara riang. (Halaman 23).
Salah satu kharisma dari Yoritomo adalah ketika dia dan pasukannya mengalami kekalahan saat perang di gunung Ishibashi. Tentara yang tidak seimbang menjadi penyebab utama kekalahan bagi pasukan Yoritomo. Yakni klan Minamoto hanya berjumlah 300 orang, sedangkan pihak Taira lebih dari 3.000. Walaupun mengalami kekalahan dari klan Taira, Yoritomo dengan gaya kepemimpinannya yang kharismatik membuat semua prajurit tetap dalam api yang berkobar.
Yoritomo terlahir sebagai rakyat jelata, tanpa harta tanpa dara penguasa, dan seroang anak yang diasingkan ke Izu. Dia malah dapat memahami buruknya keadaan dan dapat melihat harapan tersebut. Dia sungguh-sungguh berimpati atas semgant revolusi mereka daripada seorang pribadi. (halaman 97). Dengan itulah banyak yang ikut berpartisipasi dan bergabung dengannya untuk menggulingkan klan Taira.
Sebagai seorang pemimpin, Yoritomo sangat memiliki karakter yang tegas dan teguh pendirian serta disiplin. Bahkan, ketika bala bantuan sebanyak 20.000 pasukan datang terlambat, dengan tegas dia mengatakan, “Pasaukan 20.000 orang, bahkan seratus ribu orang pun tak ada gunanya jika terlambat. Keterlambatan adalah larangan pertama bagi kaum ksatria…” (halaman 145).
Namun kharisma itu tidak memudar dari sosok Yoritomo. Pasukan itu tetap setia menunggu sampai kemarahannya reda. Bahkan, kabar ada bala bantuan ini sampai ke telinga Nyuudou Kiyomori. Setiap kali informasi baru, jumlah pasukan Yoritomo terus bertambah.
Harapan Yoritomo untuk dapat menggulingkan klan Taira bertambah besar setelah dirinya bertemu dengan adiknya setelah 20 tahun berpisah. Minamoto no Kurou Yushitsune dialah anak bungsu dari mendiang Yoshitomo yang terpisah dengan saudaranya saat kerusuhan Heiji.
Kegagahan yang sudah dicapai tidak terlepas dari peran adiknya, Kurou Yoshitsune. Merasa siap, Yoritomo menunjuk adiknya, Yushitsune, untuk memimpin peneyerbuan ke ibukota. Keberhasilan Yoshitsune menguasai ibukota membuat prajurit dan mantan Kaisar semakin mencintainya. Hal tersebut membuat Yoritomo ingin menyingkirkan sang adik.
Di sisi lain, klan Taira siap merebut kembali Ibukota, dan hanya Yoshitsune yang menjadi harapan klan Minamoto. Eiji Yoshikawa memang piawai dalam menghasilkan karya dengan genre fiksi sejarah. Buku kedua ini mengajak kita untuk menyelami jiwa pemimpin pada diri Yoritomo yang berapi-api dalam membela kedaulatan rakyatnya. Di samping menyelami jiwa samurai dalam diri Yoshitsune, yang pandai dalam membuat strategi perang.
Jerih payah selama ini menghasilkan wilayah timur sampai Hitachi dan Shinano tunduk kepada Yoritomo. Tapi Fujiwara no Hidehiradi Oushu belum menyatakan akan memihak klan Minamoto. Apalagi wilayah Barat dari Sagami, seluruhnya masih di bawah kekuasaan klan Taira. (halaman 214). Buku ini menjawab rasa penasaran dan pertanyaan-pertanyaan yang muncul saat membaca buku pertama. Silahkan untuk disimak dalam buku Minamoto no Yoritomo II yang diterbitkan dan ditermahkan oleh Penerbit Kansha (Mahda) Books.
Karakter Yoritomo yang tegas dan kuat dalam membawa pasukannya ke pintu gerbang pencerahan patut dijadikan tauladan. Begitu juga dengan prinsip-prinsip ksatria yang terdapat di dalamnya. Yakni ksatria harus menjadi teladan bagi rakyat dalam kehidupan sehari-hari. Selain tidak melupakan introspeksi diri dan keadaban. Itulah yang diajarkan Yoritomo kepada semua pasukannya.
Eiji mengajak para pembaca untuk menyelami kembali sejarah kerajaan Jepang melalui karya sastra. Buah tangan yang satu ini menghadirkan tokoh yang memiliki jiwa pemimpin pada diri Yoritomo, dan jiwa ksatria pada Yoshitsune. Yoshitsune memang dikenal sebagai ksatria yang memiliki strategi dan kecerdasan luar biasa dalam berperang. Keduanya mengjarkan pembaca untuk tidak mencampuradukkan antara masalah pribadi atau keluarga dengan masalah kepentingan umum. Setiap karya Eiji Yoshikawa memang menghadirkan kisah-kisah yang sarat dengan nilai historis. 
 Segala kekurangan yang ada dalamnya, tetap membuat buku ini layak untuk dibaca, terutama bagi yang concerndalam novel sejarah. Penyajiannya sangat berwarna, mulai dari aspek ketegangan, kesedihan, sampai lelucon yang akan menyelingi pembaca dalam menelusuri setiap lembarnya.
Karena dari buku ini kita belajar tentang keberanian, kedisiplinan, kesetiaan, etika berperang, menjadi pemimpin yang inspiratif dan bangkit dari keterpurukan. Selain, tentunya saja belajar tentang sejarah Jepang